Pantaunews.co.id – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyampaikan bahwa Indonesia tertinggal dalam hal pertumbuhan ekonomi inklusif, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara serta negara-negara ekonomi berkembang lainnya. Hal ini mengarah pada ketimpangan ekonomi yang masih tinggi dan membutuhkan perhatian serius untuk mencapainya.
Peringkat Indonesia dalam Indeks Pertumbuhan Ekonomi Inklusif
Dalam laporan terbaru yang disampaikan oleh Deputi Bidang Perencanaan Makro Pembangunan Bappenas, Eka Candra Buana, Indonesia berada di peringkat 36 dengan skor Inclusive Development Index (IDI) sebesar 3,95. Sementara negara-negara seperti Norwegia menduduki peringkat pertama dengan skor 6,08, disusul oleh Islandia, Luxembourg, Swiss, dan Denmark. Menurut Bappenas, posisi Indonesia ini menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan dalam hal pemerataan ekonomi di tingkat global.
Tingginya Ketimpangan Pendapatan di Indonesia
Selain itu, Bappenas menyoroti ketimpangan pendapatan yang masih menjadi masalah besar di Indonesia. Negara ini berada di peringkat kedua tertinggi dalam hal ketimpangan pendapatan di dunia, dan situasi ini stagnan dalam sepuluh tahun terakhir (2013-2023). Masalah ketimpangan ini perlu segera ditangani agar tidak menghambat potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif di masa depan.
Indeks Modal Manusia yang Masih Rendah
Salah satu faktor utama yang menghambat perkembangan ekonomi inklusif adalah rendahnya Indeks Modal Manusia (Human Capital Index/HCI) Indonesia. Pada tahun 2020, HCI Indonesia tercatat sebesar 0,54, lebih rendah dari Malaysia yang mencapai 0,61, Singapura dengan 0,88, dan rata-rata dunia yang berada di angka 0,57. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih perlu banyak perbaikan untuk dapat bersaing di tingkat global.
Peluang dan Tantangan: Memanfaatkan Bonus Demografi
Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi inklusif, Indonesia harus memanfaatkan potensi bonus demografi yang tengah berlangsung. Dengan populasi muda yang besar, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing global. Namun, hal ini hanya bisa terwujud jika kualitas SDM terus ditingkatkan melalui pendidikan yang lebih baik, pelatihan keterampilan, dan akses yang lebih luas terhadap layanan kesehatan.
Kesimpulan: Perlu Langkah Konkret untuk Meningkatkan Ekonomi Inklusif
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia bisa mendorong perekonomian yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan.