Pantaunews.co.id, Jakarta, 12 Juni 2025 – Komisi XI DPR berencana memanggil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendalami aturan baru yang mewajibkan pemegang polis asuransi kesehatan menanggung minimal 10% biaya perawatan melalui skema co-payment.
Aturan ini, tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025, mulai berlaku 1 Januari 2026 dan menuai kritik tajam dari berbagai pihak.

Baca Juga
Trik Jitu Membatasi Penggunaan Aplikasi di Android!
Ketua Komisi XI, Misbakhun, menyoroti minimnya pembahasan dengan DPR terkait kebijakan ini. Ia menilai hubungan bilateral antara pemegang polis dan perusahaan asuransi seharusnya cukup di atur dalam polis tanpa perlu co-payment.
“Kami akan tanyakan dasar dan alasan OJK menerbitkan aturan ini,” ujarnya di Jakarta, Rabu (11/6). DPR juga khawatir aturan ini dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap industri asuransi.
Baca Juga
Cara Cek Tipe HP Vivo dengan Mudah dan Cepat untuk Kebutuhan Pengguna!
OJK beralasan, co-payment bertujuan mencegah moral hazard dan penggunaan layanan kesehatan berlebihan (overutilitas), sekaligus menjaga premi tetap terjangkau.
Pemegang polis wajib membayar minimal 10% dari klaim, dengan batas maksimum Rp300.000 untuk rawat jalan dan Rp3 juta untuk rawat inap per klaim. Perusahaan asuransi boleh menetapkan batas lebih tinggi jika di sepakati dalam polis.
Aturan ini hanya berlaku untuk asuransi kesehatan komersial, bukan BPJS Kesehatan. OJK menegaskan bahwa kebijakan ini mendukung efisiensi biaya medis jangka panjang. Namun, tanpa sosialisasi memadai, kebijakan ini berisiko memicu ketidakpuasan publik. DPR menegaskan akan mengevaluasi dampak aturan ini demi perlindungan konsumen.
Baca Juga: Suzuki Fronx Tampil Gagah dengan Desain SUV Coupe yang Futuristik!