News

Praperadilan Nadiem, Ahli Sebut Kerugian Negara Bisa Dihitung Jaksa, Tak Harus BPK

7
×

Praperadilan Nadiem, Ahli Sebut Kerugian Negara Bisa Dihitung Jaksa, Tak Harus BPK

Sebarkan artikel ini
Praperadilan Nadiem, Ahli Sebut Kerugian Negara Bisa Dihitung Jaksa, Tak Harus BPK
Praperadilan Nadiem, Ahli Sebut Kerugian Negara Bisa Dihitung Jaksa, Tak Harus BPK

Pantaunews.co.id, Jakarta, 9 Oktober 2025 – Sidang praperadilan mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook memanas.

Ahli hukum pidana dari Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad, yang di hadirkan Kejaksaan Agung (Kejagung), menegaskan bahwa perhitungan kerugian keuangan negara tidak harus melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Praperadilan Nadiem, Ahli Sebut Kerugian Negara Bisa Dihitung Jaksa, Tak Harus BPK
Praperadilan Nadiem, Ahli Sebut Kerugian Negara Bisa Dihitung Jaksa, Tak Harus BPK
Baca Juga

Saldo DANA Gratis Rp357.000 via Orb Quest: Langsung Masuk Dompet!

Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/10/2025), menyaksikan perdebatan sengit antara kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea, dan Suparji Ahmad. Hotman mempertanyakan syarat kerugian negara sebagai dasar penetapan tersangka.

Suparji merujuk Putusan MK Nomor 30/PUU-XI/2013, yang memperluas wewenang penghitungan kerugian ke BPKP, inspektorat, atau jaksa. Ia menekankan, “Audit investigatif memungkinkan jaksa menghitung kerugian tanpa bergantung LHP BPK sepenuhnya.”

Baca Juga

Hotman Paris Pakai Analogi Pelecehan Erni di Sidang Praperadilan Nadiem: Kontroversi Meledak!

Ahli kubu Nadiem, Chairul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, berpendapat sebaliknya. Ia menyatakan audit BPK di perlukan sebagai alat bukti sah untuk membuktikan korupsi sesuai Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. “Kerugian negara harus nyata dan actual loss, bukan potensi.

Tanpa BPK, penetapan tersangka cacat hukum,” ujarnya. Pihak Nadiem juga menyoroti ketiadaan Surat Pemberitahuan Di mulainya Penyidikan (SPDP) dan ketidaksesuaian data KTP.

Suparji menambahkan, penilaian akhir kerugian ada di tangan hakim perkara pokok, bukan praperadilan yang fokus formil. Kasus ini menarik perhatian pakar seperti Hibnu Nugroho, yang setuju kerugian tak harus dari BPK/BPKP. Sidang lanjutan di jadwalkan segera, dengan Kejagung yakin proses sah. Insiden ini jadi sorotan atas transparansi penegakan hukum korupsi di Indonesia.

Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini: Rupiah Menguat ke Rp16.579 per USD!